Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fiksi Kini: Online atau Mati

Fiksi Online atau Mati
Source: pixabay.com

Fiksi Kini: Online atau Mati? Kehadiran internet telah mengubah lanskap dunia fiksi. Diakui atau tidak, media online kini lebih banyak merepresentasikan wajah dunia fiksi. Tingkat ketergantungan para pelaku dunia fiksi terhadap media online, pun tampaknya semakin tinggi.

Saya memprediksi media online akan lebih banyak menentukan masa depan dunia fiksi. Maka, pelaku dunia fiksi yang kini masih ‘menolak’ beradaptasi dengan internet hanya punya 2 pilihan; Online atau mati!

Selamat Datang di Era Fiksi Online

Pada awalnya media online hanya menjadi media publikasi alternatif. Baik bagi penulis senior, terkhusus penulis pemula. Media online hadir menjawab ketidakmampuan media cetak mewadahi luapan minat publik menulis fiksi.

Seiring waktu, media online ternyata membawa perubahan besar-besaran dalam dunia menulis fiksi. Perubahan positif, tentu saja. Sekarang kita bisa menyaksikan munculnya beragam aktifitas pelaku dunia fiksi yang dulu mustahil terjadi di era media tradisional. Perubahan-perubahan itu  bahkan ada yang telah mengubah beberapa aturan main yang berlaku selama ini.

Siapkah anda menghadapi perubahan itu ?

Berikut daftar 5 perubahan yang sempat saya inventarisir. Semoga bermanfaat bagi anda, khususnya yang berkecimpung di dunia fiksi :


1. Menerbitkan Buku Fiksi Cukup dari Rumah

Publik sebelumnya sudah familiar dengan self publishing. Sebuah proses penerbitan dimana penulis sekaligus –kadang- merangkap sebagai editor, pemodal, penerbit, pencetak, distributor dan penjual dari bukunya sendiri. Kemudian internet datang menawarkan fitur yang lebih mudah dan murah. Itulah  online self publishing.

Online self publsiing (OSP) adalah fasilitas online yang ditawarkan oleh situs tertentu kepada penulis yang hendak menerbitkan bukunya secara independen. Segala proses penerbitan berbasis online, dari awal sampai akhir. Penulis cukup mengunggah naskahnya pada template yang telah disediakan. Kemudian situs bersangkutan mencetaknya hanya bila ada pembeli (print on demand), meski itu cuma 1 eksemplar saja.

Ada banyak situs penyedia jasa OSP. Yang populer untuk tingkat global adalah lulu.com besutan Bob Young yang eksis sejak tahun 2002. Bersyukurlah kita karena Oktober 2010 kemarin telah hadir layanan serupa di Indonesia bernama nulisbuku.com yang dimotori oleh Aulia Halimatussadiah.


2. Media Online Menghidupkan Kategori Fiksi Mini

Media cetak (koran dan majalah) di masa lalu enggan menyediakan kolom untuk fiksi mini.  Koran hanya memuat fiksi pendek, misalnya cerpen dalam kisaran 1.000 kata. Paling banter cerita mini (cermin) dalam kisaran 500 kata.

Media online datang dan mengubah aturan main  Segala jenis kategori fiksi diwadahi. Sekarang ini portofolio bacaan fiksi telah diperkaya dengan hadirnya kategori fiksi mini. Berkat media online, semakin sedikit pembaca yang belum tahu apa itu fiksi mini 100 kata (flash fiction) dan fiksi mini 140 karakter (tweetfiction) yang populer melalui twitter.


3. Kritik Fiksi Menjadi Keniscayaan

Media online memungkinkan pembaca untuk menilai karya dan berdiskusi lansung dengan penulisnya.  Kemewahan yang mustahil diberikan oleh media cetak. 

Media online, misalnya blog, menyediakan kolom komentar dibawah konten bagi pembaca untuk memberikan tanggapan secara real time. Proses umpan balik tersebut, disisi lain berdampak positif bagi peningkatan mutu tulisan si penulis.


4. Fiksi Sebagai Industri Mulai Tumbuh

Industri terkait dunia tulis menulis sekarang tidak lagi melulu penerbitan. Media online berperan besar dalam menggairahkan kembali kinerja unit-unit jasa pendukung, seperti agen naskah, editor, ghost writer, desainer sampul dan isi, konsultan pemasaran, serta situs-situs penyedia layanan promosi. Internet memberikan kemudahan mengingat segala proses transaksi jasa itu berbasis online.

Salah satu industri yang cukup menggeliat belakangan ini adalah jasa kursus menulis online. Baik yang kelas reguler maupun bersifat privat (les). Sekali lagi, pemicunya adalah faktor kemudahan proses belajar mengajar yang berlansung secara online. Contohnya  seseorang yang berdomisili di Makassar bisa belajar pada penulis senior di Jakarta tanpa perlu meninggalkan rumah..


5. Konstelasi Pasar Buku Fiksi Berubah

Media online memperkukuh posisi pembeli buku sebagai raja. Pembaca cenderung merujuk media online sebelum mengambil keputusan jadi membeli buku atau tidak. 

Pembaca mulai terbiasa mencari resensi, ulasan komprehensif, mengenai novel atau kumcer terbitan terbaru sebelum berjalan ke toko buku. Testimoni dan sinopsis cerita di sampul belakang dianggap sudah tidak memadai lagi.   

Saat ini ada banyak situs-situs komunitas pembaca buku fiksi di dunia maya. Dari komunitas-komunitas itulah, pembaca bisa memperoleh rekomendasi dan informasi seputar novel atau kumcer terbaru dan berkualitas.

Buku Indie, penerbit kecil dan penerbit bermodal besar, punya peluang yang sama menembus pangsa pasar. Media online mengubah aturan main pemasaran buku dengan menggratiskan biaya promosi.  

Social media (facebook & twitter) terbukti ampuh sebagai alat pemasaran. Melalui media sosial, penulis bisa lansung menyapa calon pembeli dengan pendekatan yang lebih personal dan tersegmentasi. Mengandalkan "semata-mata" modal besar dalam promosi tidak lagi siginifikan pengaruhnya di era internet.

Hasil pengamatan saya diatas boleh jadi sangat subjektif. Saya harap itu bisa jadi awal untuk kita memulai diskusi pada kolom komentar dibawah ini. Atau anda berniat menambahkan ?

Posting Komentar untuk "Fiksi Kini: Online atau Mati"